Sunday, November 29, 2009

PENTINGNYA PENDIDIKAN FIRMAN TUHAN DALAM HIDUP BERJEMAAT (3)

PENTINGNYA PENDIDIKAN FIRMAN TUHAN DALAM HIDUP BERJEMAAT (3)

5. Masih dalam rangka pendidikan, Rasul Paulus suka menasihati
jemaatnya, agar mereka mengikuti teladan hidupnya. Menurut
pengamatan saya, salah satu kegagalan pendidikan hamba Tuhan dewasa
ini adalah: kita tidak dapat memberikan teladan hidup kepada jemaat
kita. Sebagai contoh: Persoalan "hari Sabat". Kita selaku hamba
Tuhan dengan keras dan tegas menuntut jemaat kita memegang teguh
hari Sabat tersebut misalnya dengan menutup toko, berhenti bekerja.
Tetapi bagaimana dengan pekerjaan kita sendiri selaku hamba Tuhan?
Apakah peraturan Sabat tidak berlaku bagi seorang hamba Tuhan?
Benarkah kalau hari Sabat, yaitu sehari berhenti setelah bekerja 6
hari, dilaksanakan sebentar pada hari ini, sebentar pada hari lain
oleh seorang hamba Tuhan? Apakah salah kalau jemaat meniru teladan
hamba Tuhan tadi? Harus diakui bahwa kegagalan banyak hamba Tuhan
untuk melaksanakan hari Sabat adalah tidak diperolehnya izin dari
majelis/pengurus gereja. Tetapi apakah kegagalan mendapat izin ini
tidak terletak pada diri kita sendiri yang gagal mendidik, gagal
bekerja sungguh-sungguh selama 6 hari?! Teladan lain adalah
berbaktinya keluarga hamba Tuhan terutama kalau anak-anak masih
kecil -- belum sekolah -- apakah perlu ke kebaktian anak-anak? Dan
kalau sudah bertumbuh, perlukah mereka semua terlibat dalam
pelayanan juga? Salahkah suami istri untuk bertugas bersama-sama
keluar kota memenuhi undangan pelayanan? Salahkah kalau seminggu
sekali seluruh keluarga -- hamba Tuhan, istri dan anak-anak --
pergi bersama-sama untuk rileks? Sampai di manakah di dalam
pendidikan jemaat kita, kita membenarkan suami, karena
kesibukannya, tidak perlu mendampingi keluarganya pergi? Pernah
seorang penulis buku yang alkitabiah mengemukakan bahwa panggilan
hamba Tuhan adalah:

a. melayani Tuhan pertama-tama,
b. melayani keluarganya sebagai yang kedua, dan
c. melayani jemaat/gereja sebagai yang ketiga.

Sebagai penutup, perkenankan kami untuk mohon maaf, seandainya melalui
artikel ini, saya mungkin telah menyinggung teman-teman sejawat saya,
karena melalui artikel ini, saya tidak ingin menggurui, sebaliknya
ingin sharing observasi, sharing beban, sharing pandangan untuk
mendapatkan pandangan, pendapat, nasihat, serta bimbingan dari teman-
teman sejawat, karena bukankah kita sama-sama pelayan-Nya yang
ditugaskan untuk membangun gereja-Nya, memelihara domba-domba-Nya.
Kita wajib melaksanakan kewajiban/panggilan kita tadi dengan sebaik-
baiknya.

Catatan: Pdt. D.S. Hananiel lahir di Surabaya. Pada tahun 1934 hijrah
dan menetap di kota Malang. Karena mengalami berbagai zaman, maka
pendidikan beliau sangat bervariasi: pendidikan Belanda, Tionghoa,
Jepang, Indonesia, dan Inggris. Selama 24 tahun terdidik dan mengabdi
kepada Khong Hu Cu, Kwan Im, dan Kong Co di Kelenteng Malang. Oleh
sebab itu, beliau pada dasarnya adalah anti-Kristus. Pertobatan beliau
dimulai dari penyelidikan Kitab Suci yang tujuan semulanya adalah
untuk mencari kelemahan dan kesalahan kekristenan. Setelah menjadi
anak Tuhan, beliau menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Dan pada
tahun 1960, beliau melayani sebagai penginjil, kemudian pada tahun
1969 ditahbiskan menjadi pendeta. Saat ini melayani Gereja Eleos
Malang, juga selaku dosen dan penanggung jawab kerohanian (Kristen) di
kampus Universitas Brawijaya Malang.

======================================================================

Diambil dari:
Nama majalah: Pelita Zaman (edisi no. 2 tahun 1987)
Penulis: Pdt. D.S. Hananiel
Penerbit: Pelita Zaman, Surabaya 1987
Halaman: 45 -- 48

( DIAMBIL DARI ARTIKEL sabda.org)

PENTINGNYA PENDIDIKAN FIRMAN TUHAN DALAM HIDUP BERJEMAAT (2)

PENTINGNYA PENDIDIKAN FIRMAN TUHAN
DALAM HIDUP BERJEMAAT
(2)

c. Dikhawatirkan bahwa dewasa ini (kaum saya) para hamba Tuhan sudah
kehilangan wibawa untuk berkata: "Demikianlah SABDA Tuhan serta
sekalian alam!" Apakah hamba Tuhan merupakan suatu profesi atau
suatu panggilan Allah? Maklum dengan kemajuan zaman, ada banyak
tuntutan- tuntutan -- tuntutan kebutuhan pribadi, tuntutan
kebutuhan keluarga, dan sebagainya. Kasihan manusia-manusia yang
"ditakdirkan" tinggal di desa dan kota kecil yang "kering". Mereka
"terpaksa" harus belajar untuk berdikari. Gedung-gedung mewah yang
penuh sesak sudah menanti. Di situlah dibutuhkan "hsamba Tuhan".
Tidak mengherankan kalau ada orang yang bertanya: "Masih perlukah
ada gereja? Masih perlukah hamba- hamba Tuhan?" Sebaliknya,
"Perlukah saya menjadi seorang hamba Tuhan pada zaman modern ini,
yang hanya menjadi `sasaran` frustrasi manusia, menjadi `budak-
budak` tuan-tuan dalam gereja? Bukankah perbuatan yang bodoh untuk
menjadi `seperti Gembala Agung yang tidak membuka mulut- Nya ketika
diguntingi bulu-Nya?`"

Jeritan panggilan Tuhan Yesus tetap belum tercoret dari Kitab Suci
yang demikian bunyinya: "Siapakah yang dapat: Kusuruhkan?" Lihatlah
semuanya sudah menguning! Penuai begitu jarang! Maklum mentalitas
penuai modern: Berapa gajinya? Bagaimana jaminan sosialnya? Apa
haknya? Apa kerjanya?

Kaumku, para hamba Tuhan, "gelap" sudah hampir tiba! Pekerjaan masih
jauh dari sempurna. Penuai tetap (bahkan berkurang). Sudahkah kita
lupa pengorbanan Kristus yang begitu besar, berharga, dan sungguh
tidak terbayarkan!

Tekanan yang terdapat dalam Kitab Suci, kesibukan utama Tuhan Yesus
sewaktu Ia masih ada di dunia, yang diikuti oleh kegiatan para rasul,
kemudian adalah PENDIDIKAN, PENGAJARAN! Maka marilah kita MENDIDIK,
MENGAJAR, MENGGEMBALAKAN domba-domba yang sudah ditebus-Nya dan yang
dipercayakan kepada kita untuk dipeliharakan.

1. Jangan kita singkirkan dan tolak undangan-undangan luar. Maklum di
satu pihak, gereja Tuhan bukanlah gereja yang kita asuh saja.
Gereja Tuhan itu universal. Setiap hamba Tuhan menanggung kewajiban
untuk melayani semua domba Tuhan, SEJAUH MANA yang DIPERKENAN oleh
Tuhan. Pada lain segi, katak dalam tempurung. Hamba Tuhan dalam
gereja sendiri saja akan merugikan jemaat juga. Maka perlu disusun
suatu daftar prioritas berdasarkan:

a. Di manakah kita dipanggil untuk bekerja?
b. Di manakah kini kita ditempatkan Tuhan yang Empunya kebun anggur?

2. Hamba Tuhan berbeda dengan guru pengajar yang tinggal mengajar
berdasarkan kurikulum. Hamba Tuhan menyampaikan BERITA Allah,
KEHENDAK Allah, dan PENGETAHUAN Allah. Dan semua itu, selain
membutuhkan persiapan yang saksama dan bertanggung jawab, juga
komunikasi intensif dengan Dia. Hal ini tidak saja membutuhkan
waktu banyak, tapi juga konsentrasi dan ketaatan yang meminta
pengorbanan! Kalau guru pengajar sudah memiliki pedoman buku
pelajaran yang ditetapkan oleh atasan, tidaklah demikian dengan
hamba Tuhan yang perlu menggali sampai dalam, melalui pengalaman-
pengalaman hamba Tuhan lainnya, para penulis buku- buku yang tetap
memegang kebenaran "yang dari semula", juga pengalaman hidup kita
sendiri dengan Tuhan, karena bukankah kita seharusnya menyampaikan
apa yang telah "kita dengar dan alami sendiri dari Tuhan"? Melalui
pengalaman ini, yang kita peroleh kalau kita bersedia untuk
menerima pahit getir hidup, dengan menelan garam untuk diperbudak
dan diperalatnya kita oleh tuan-tuan gereja, barulah kita "berguna"
bagi anak-anak Tuhan. Dan meminjam istilah Rasul Paulus, seorang
hamba Tuhan perlu mengalami pengalaman "ditindas, habis akal,
dianiaya, ditinggalkan sendirian, dihempaskan". Ya, kita perlu
senantiasa mengalami "kematian Yesus dalam tubuh kita" (2 Kor. 4).
Dunia sudah muak dengan filsafat, politik, dan "ajaran yang
tinggi". Manusia/domba-domba Allah/anak-anak Tuhan membutuhkan
makanan yang dapat dimakan, yang bergizi, menyehatkan, enak, dan
praktis untuk diterapkan.

3. Pencobaan Rasul Paulus sebagai seorang ahli filsafat untuk mengajar
secara "hebat" sangat besar, tetapi ia memilih bahasa yang dianggap
"kebodohan" oleh dunia tetapi yang memiliki kuasa, karena firman
Allah saja yang diberitakannya. Memang dunia dewasa ini minta
"bahasa hikmat", tetapi panggilan hamba Tuhan adalah: bukan
menggunakan kata- kata hikmat tetapi kata-kata yang memiliki
kekuatan Roh (1 Kor. 2) Untuk itu, perlu ada kesetian pada firman
Allah saja! Kewajiban hamba Tuhan bukanlah memberikan impresi,
melainkan REVELASI dan REGENERASI. Di samping itu, perlu juga
MAKANAN DAGING YANG KERAS, yaitu doktrin- doktrin yang mendalam,
yang tegas, yang berani kita ajarkan, agar sebagaimana tulang
belulang memberi bentuk kepada tubuh seseorang, demikianlah kita
dapat memberi bentuk kepada gereja dan anak-anak Tuhan.

4. Kedudukan yang tinggi yang tidak dapat digantikan orang lain,
memang menjamin keberadaan kita, "dibutuhkannya" kita dalam gereja.
Tetapi Tuhan Yesus "membutuhkan" dua belas murid. Musa membutuhkan
wakil-wakilnya, para penatua. Para Rasul membutuhkan juga penatua-
penatua. Memang aristokrasi gereja tidaklah sesuai dengan pola
Tuhan Yesus dalam pendirian gereja-Nya. Hal ini ditekankan melalui
gambaran fungsi seluruh anggota tubuh yang bergantung satu pada
yang lain untuk kemudian bekerja sama-sama. Oleh sebab itu, sesuai
panggilan-Nya (Ef. 4:11-12), kita wajib MELENGKAPI, MENDIDIK,
MEMBEKALI, serta MELIBATKAN sebanyak mungkin anak-anak Tuhan dalam
pelayanan, pemerintahan. Bahaya senantiasa mengancam hamba-hamba
Tuhan, yang pada suatu saat ingin menguasai segala sesuatu, tetapi
pada lain saat "melepaskan" semua kepada anak-anak Tuhan tanpa
pengarahan, pembekalan, dan pendidikan. Akibatnya anak-anak
Tuhan/para pengerja gereja, masing-masing berbuat apa yang benar di
matanya sendiri, ini adalah merupakan pengulangan gejala pada zaman
Hakim-Hakim.

PENTINGNYA PENDIDIKAN FIRMAN TUHAN DALAM HIDUP BERJEMAAT (1)

PENTINGNYA PENDIDIKAN FIRMAN TUHAN DALAM HIDUP BERJEMAAT

Sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan bahwa keberhasilan
penjajahan dalam kurun waktu 3,5 abad lamanya adalah karena si
penjajah TIDAK menyediakan PENDIDIKAN bagi rakyat. Alhasil, rakyat
tidak dapat berpolitik, mudah dikelabui, bahkan tidak mampu mengambil
alih pemerintahan. Demikian pula saya berkeyakinan, bahwa manusia
tidak akan dapat menikmati kepenuhan kemerdekaan yang disediakan oleh
Tuhan Yesus bila orang-orang Kristen TIDAK DIDIDIK dalam KEBENARAN
ALLAH. Bahkan firman Tuhan mengatakan, merajalelanya ajaran-ajaran
palsu yang berkedok "kekristenan" dan "Roh Kudus", dapat mengakibatkan
orang Kristen kembali "dijajah" oleh kuasa kegelapan. Sungguh
menakutkan kalau kita membayangkan hal ini. Saya pribadi merasa ngeri,
bila kekuatiran Paulus yang diutarakan pada jemaat di Korintus sungguh
akan menjadi kenyataan, yakni "orang-orang Kristen menyia-nyiakan
kasih karunia Allah" (2 Kor. 6:1).

Kalau kita memerhatikan keadaan gereja-gereja, anak-anak Tuhan pada
dewasa ini, sungguhlah harus menimbulkan beban untuk benar-benar
memikirkan bagaimana MENDIDIK anak-anak Tuhan, gereja-gereja Tuhan,
pengerja-pengerja Tuhan dengan kebenaran Tuhan yang "ada sejak semula"
(meminjam istilah para rasul).

Menurut observasi kami, dewasa ini terdapat beberapa gejala sebagai
berikut.

a. Anak-anak Tuhan yang begitu besar hasratnya untuk mengetahui
kebenaran telah berhasil dipikat untuk mendengar serta mempelajari
"kebenaran-kebenaran" yang sudah banyak dibubuhi dengan "bumbu-
bumbu masak" supaya "asyik", "enak rasanya", dan "sedap
kedengarannya". Apakah sudah tiba saatnya apa yang dinubuatkan
Rasul Paulus menjadi kenyataan, bahwa orang-orang mengumpulkan
"guru" menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya?!
Menurut hemat saya, belum! Tetapi kita selaku hamba-hamba Tuhan
telah gagal dalam menggembalakan domba-domba Allah. Kita lebih
tertarik pada "yang di luar"; undangan- undangan yang begitu
memikat untuk khotbah/memimpin di luar, undangan- undangan untuk
membawakan berbagai seminar, bahkan undangan dan tawaran studi. Tak
heran kalau Tuhan, Gembala yang Agung berkeluh kesah: "Celakalah
gembala-gembala Israel yang menggembalakan dirinya sendiri! Domba-
domba-Ku berserak dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit
yang tinggi." Maka dalam kelaparannya, domba-domba Tuhan makan apa
saja yang dapat dimakannya!

b. Gereja yang seharusnya menjadi tiang kebenaran kini mengikuti mode-
mode persekutuan, mode tepuk tangan, mode "oikumene", dll.. Gereja
kini sudah kehilangan identitasnya -- merah tidak, putih pun tidak
tetapi samar-samar. Hamba-hamba Tuhan takut mengajarkan doktrin-
doktrin tegas, jelas, dan nyata. Gereja kita menjadi "banci".
Maklum, tanpa penyesuaian diri kita akan kehilangan jemaat! Gereja
dewasa ini merupakan gereja massa, gereja manusia dan bukannya
gereja Kristus yang JELAS IDENTITASNYA. Adanya perbedaan paham
doktrinal tidak perlu menjadikan kita eksklusif! Bukankah gereja
Tuhan adalah satu?

Acara games dalam rangka HUT Pemuda

Wednesday, November 18, 2009

Ringkasan Khotbah 08 November 2009

Ringkasan Khotbah
Thema:”KEJATUHAN MANUSIA DALAM DOSA”
Nats : ( Kej 1:26-31 ; 2:8-9,15-17 ; 3:6 ; Rom 5:12 )
By: Pdt. Yakub /RK.KU/GKKA-PL/08 November 2009



Pendahuluan :

Kalau kita belajar doktrin manusia dari sudut pandang iman Kristen : keadaan manusia dapat dipahami dalm 3 tahapan :
1. Manusia sebelum jatuh dalam dosa.
2. Manusia jatuh dalam dosa.
3. Manusia berdosa yang ditebus.

I. Untuk bisa memahami manusia yang jatuh dalam dosa, maka kita perlu kembali mengingat kondisi manusia sebelum jatuh dalam dosa.
Kejadian 1:26: Manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah.
Kejadian 1:31: Allah melihat segala yang dijadikan sungguh amat baik.
Kalau anak sekolah dapat nilai 8 itu baik, dapat nilai 9 sangat baik, kalau 9.9 itu sungguh amat baik/nyaris sempurna.
Manusia sebelum jatuh dalam dosa Allah katakan sungguh amat baik. Manusia dikatakan baik menurut Allah dapat ditinjau dari dari 3 dimensi.
1. Baik secara individual artinya : Manusia itu indah, berharga. Tak ada konflikdengan dirinya sendiri.
Contoh :Ketika Adam melihat posturnya, karakternya, rambutnya, hidungnya, matanya, alisnya dst, semua baik, indah & berharga.
Karena ukuran yangdipakai untuk melihat dirinya adalah ukuran Allah.


2. Baik secara fungsional : artinya dapat memenuhi fungsinya sesuai dengan maksud & tujuan yang ditetapkan oleh Allah sebagai Sang Pencipta.

3. Baik secara Relasional/hubungan artinya bahwa, semua & setiap mahluk itu terjalin satu sama lain dalam sistim relasi yang serasi; timbal balik dan saling menunjang.

II. Manusia jatuh dalam dosa.
Sejarah membuktikan dalam Kejadian 3 bahwa manusia yang diciptakan dalam keadaan baik itu telah jatuh dalam dosa.
• Manusia yang baik itu telah jadi tak baik.
• Manusia yang suci telah berdosa.

Bagaimana kita memahami bahwa manusia yang baik tapi toh jadi tidak baik. Yang suci toh jadi berdosa?
Manusia memang diciptakan baik, tapi bukan berarti sempurna. Karena yang sempurna hanya Allah.
Manusia memang diciptakan baik, tapi kebaikan manusia itu terbatas. Karena yang tidak terbatas hanya Allah.
Manusia diciptakan baik tapi ada kemungkinan untuk jadi tidak baik.
Manusia itu suci tapi ada potensi untuk jadi berdosa. Yang namanya kemungkinan /potensi; itu bisa, bisa juga tidak.
Contoh : Surya Paloh punya potensi untuk jadi ketua Golkar, tapi faktanya tak jadi.
Seperti halnya gelas, ketika keluar dari pabrik dalam keadaan baik, berfungsi dengan baik. Tapi gelas yang baik ini punya potensi untuk pecah.
Kejadian 3 bahwa :
~ Kemungkinan itu telah menjadi kenyataan .
~ Potensi itu telah menjadi faktual.
~ Manusia yang baik itu telah jadi tak baik.
~ Manusia yang suci itu telah jatuh dalam dosa.

Mana yang lebih besar potensinya ?
~ Apakah tetap baik?
~ Jatuh dalam dosa ?
Kejadian 2 memberikan data : ayat 16 “semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya. Kita tidak tahu ada berapa banyak pohon dalam taman Eden, anggap saja 100 pohon yang boleh dimakan buahnya.
Kejadian 2:7 : Pohon pengetahuam yang baik dan jahat itu jangan kau makan buahnya, 1 pohon saja yang tak boleh dimakan buahnya.

Jadi kesimpulannya berdasarkan Kejadian 2:16-17, kemungkinan untuk tetap baik itu jauh lebih besar dibandingkan untuk jatuh dalam dosa. Tetapi faktanya, kemungkinan yang kecil itu telah menjadi kenyataan yaitu manusia jatuh dalam dosa.
Kenyataan (dosa) menurut kitab Roma 5:12 telah mengikat setiap manusia disepanjang zaman dan disegala tempat.
Ilustrasi :
Air satu gelas yang bersih, jika ditaruh racun satu sendok saja, maka racun itu mengikat semua air yang dalam gelas, sehingga semua air dalam gelas menjadi beracun.

III. Kejatuhan manusia juga dapat ditinjau dari 3 dimensi :
1. Individual :
Manusia mengalami konflik dengan dirinya sendiri. Karena ukuran untuk menilai dirinya bukan lagi apa kata Firman Tuhan, tetapi apa kata orang.
Contoh :
Saya sering mendengar orang mengatakan “untung kulitnya putih/untung badanya tinggi. Memangnya yang kulitnya coklat.hitam tidak beruntung? Memang yang badanya pendek tidak beruntung?
Pendapat umum tentang yang ideal :
 Kulit : putih
 Postur tubuh : tinggi langsing
 Hidung : mancung
 Mata : lebar
 Bulu Mata : Lentik dst.
Orang yang tak memiliki kriteria seperti itu jadi minder. Akibat dosa secara individual, manusia mengalami konflik dengan dirinya sendiri.

2. Fungsional : Tak berfungsi sebagai mana yang seharusnya.

3. Relasional : menjadi rusak.
 Hubungan manusia dengan Allah terputus.
 Hubungan Adam dan Hawa saling menyalahkan.

Ringkasan Khotbah 01 November 2009

Ringkasan Khotbah

Thema:”PETA DAN TELADAN ALLAH ( II )”

Nats : ( Yohanes 14, Kejadian 1:1, Matius 22:32 )

By: Ev. Romy Imanuel /RK.KU/GKKAI-P/01 Nopember 2009



Perjalanan hidup yang penuh misteri ini akan membawa kita menghadapi beberapa perkara sulit yang tersedia di dalamnya. Sebut saja kematian, sakit penyakit, keterhilangan, konflik, dll. Semua perkara hidup itu akan terus ada selama kehidupan di bawah matahari berlangsung. Bagaimana kita meresponinya? Bagaimana kita menjawabnya? Semua itu berawal dari apa yang kita pahami tentang pencipta kita, hidup ini dan siapa diri kita. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami dengan jelas apa kata Alkitab tentang hal-hal esensi (inti) dalam hidup ini.

Itulah sebabnya kita harus membiasakan diri untuk memahami konsep-konsep iman yang benar sesuai Alkitab. Selain untuk menjawab tantangan hidup ini, perlu diketahui bahwa semua konsep yang inti dari semua agama dunia pasti berbeda, dan karena perbedaan ini maka respon terhadap kehidupan dan masalah-masalah hidup akan berbeda sekali. Kita tidak sedang membicarakan tentang moralitas, semua agama membicarakan moralitas termasuk kekristenan. Dan perlu diketahui dalam hal moralitas kita tidak mempunyai pertentangan serius dengan agama lain, tetapi berbicara tentang prinsip iman kita pasti berbeda. Oleh karena itu mari kita membiasakan diri untuk memahami konsep-konsep dasar iman kita, walaupun mungkin tampak sangat sulit. Besabarlah dan minta Roh kudus membuka pikiran kita untuk memahaminya. Biarlah segala pengetahuan memimpin hidup kita dalam kekudusan dan pilihan yang benar dari hidup yang penuh misteri ini.

Hari ini kita membahas tentang satu topik yang besar dalam prinsip iman Kristen. Paulus mengatakan apabila tidak ada kebangkitan orang mati maka sia-sialah kepercayaan kita. Topik ini merupakan uraian dari khotbah minggu lalu tentang “manusia dicipta menurut gambar dan rupa Allah”.

Salah satu aspek dari eksistensi manusia adalah sifat kekekalannya yang menjadikan dia kekal tanpa akhir. Hal ini berbeda sekali dengan semua ciptaan yang lain, yang mempunyai awal dan akan berakhir setelah mengalami kematian. Apakah jiwa manusia kekal? Bagaimana dengan kehidupan setelah kematian? Semua pertanyaan ini adalah pertanyaan prisip yang penting untuk diketahui.

Manusia bersifat kekal

Doktrin The immortality of the soul atau ketidakbinasaan jiwa akan memberikan pengaruh yang besar terhadap seseorang tentang bagaimana dia hidup dan respon bagaiman yang akan dia ambil ketika situasi-situasi hidup bergejolak. 1 Timotius 6:16 mengatakan bahwa Allah adalah satu-satunya yang tidak takluk pada maut, satu-satunya yang memiliki kekekalan. Sepintas ketika membaca ayat ini maka akan muncul pertanyaan, bagaimana dengan manusia? Pada awal penciptaan manusia disebutkan tidak dapat mati tetapi setelah manusia jatuh dalam dosa maka dia mengalami kematian, baik kematian rohani ataupun kematian secara fisik karena upah dosa adalah maut. Konsep ini akan memudahkan kita menjawab pertanyaan “apakah bayi berdosa?” jawabannya pasti berdosa, alasannya karea mereka juga mengalami kematian. Konsep doktrin yang dipahami akan memudahkan kita menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental dalam hidup ini.

Setelah berdosa manusia harus mengalami maut, jika demikaian apakah manusia tidak memiliki kekekalan? Jawabnya, manusia tetap kekal adanya. Sebagai bukti mari melihat beberapa ayat di Maz 73:24-26. Sangat jelas di sana bahwa manusia itu kekal adanya. Di dalam PL banyak ayat lagi yang menjelaskan dengan rinci tentang kekekalan manusia, sedangkan di PB juga terdapat banyak sekali ayat-ayat yang berbicara tentang kebangkitan orang mati, kehidupan kekal, adanya surge dan neraka. Semuanya itu memberikan bukti yang jelas bahwa manusia memiliki kekekalan dan adanya kehidupan di seberang maut. Memahami konsep ini maka kita akan mudah menjawab pemahaman saksi yehova tentang “jiwa yang musnah” dan “ketiadaan neraka”.

Kenapa harus ada neraka? Karena Allah itu adil dan sifat keadilannya tidak akan pernah hilang. Membuang keberadaan neraka dan kekekalan jiwa berarti membuang sifat keadilan Allah. Itu adalah pikiran yang sangat bodoh. Jiwa tidak mungkin musnah demikian kata Alkitab.

Kalau jiwa tidak musnah, adanya kekekalan dan nyatanya surga neraka maka apa yang harus kita lakukan? Amsal 11:4; 27:24;2 korintus 4:16-18. Hidup harus memiliki orientasi yang jelas! Kita hidup untuk perkara kekal dan bukan perkara dunia, sangat celaka kalau hidup hanya dengan orientasi duniawi. Semua akan kembali kepada pencipta oleh karena itu selama diberikan kesempatan hidup kita harus tetap mengingat bahwa suatu saat hidup ini akan berakhir.

Dengan demikian maka perkara kehidupan setelah kematian penting untuk direnungkan. Yohanes 14 dan Yoh 3:16 memberikan jawabnya dengan jelas. Apabila kita ingin berada di dalam kekekalan sorga maka serahkan diri kepada Yesus, percayalah bahwa Dia sudah membasuh dosa kita di kayu salib, dan melalui karya keselamatan-Nya kita pasti masuk ke dalam kekekalan sorga.

Bagi setiap kita yang belum beriman kepada Yesus, sadarilah sebelum terlambat. Neraka itu sungguh ada dan jiwa kita ini kekal adanya. Jangan bodoh, bertobat dan percayalah kepada Yesus sekarang juga. Sebagai anak Allah yang mempunyai jaminan yang kekal setelah kekekalan akan memberikan respon yang berbeda terhadap hidup, keluarga, pelayanan, uang, hoby,dll. Hidup dengan pengharapan sorga akan lebih optimis dan produktif dibandingkan dengan mereka yang pasrah dan tidak mengerti tentang perkara kekekalan. Filsafat bodoh mengatakan “marilah kita makan dan minum karena besok kita akan mati” ini adalah kecerobohan hidup. Surga dan neraka itu nyata, jiwa ini tidak bias binasa. Renungkanlah sekarang, bagaimana kita hidup dan kemana kita pergi.

Ada pendapat yang mengatakan “orang Kristen itu hanya menciptakan sorga dalam pikirannya untuk melarikan diri dari dunia yang penuh penderitaan, itu hanyalah candu agar tidak gelisah dalam hidup” sekarang mari kita melihat beberapa perkara, kenapa bayi ingin lahir?kenapa ulat ingin jadi kupu-kupu?kenapa anak ayam ingin keluar dari cangkang? Jawabannya karena secara sadar mereka tahu, walaupun belum mengalaminya bahwa ada kehidupan di luar rahim, ada kehidupan di luar cangkang, ada wujud kupu-kupu. Ini adalah seruan jiwa dari seorang manusia, kita yakin sorga dan neraka sungguh ada, ini buka suatu pelarian pikiran.

Justru orang-orang yang mengatakan semua ini hanya “candu” adalah orang-orang yang sedang melarikan diri dari realitas yang sebenarnya karena mereka sendiri tidak siap berhadapan dengan kekekalan. Hidup yang sangat naïf.

Terima kasih Tuhan untuk keselamatan yang Engkau berikan, sekarang hidupku akan berorientasi kepada kekekalan, dengan iman mataku memandang ke sorga, kepada Engkau penyelamatku.